Minggu, 02 Desember 2012

MENELADANI DAGANG NABI


Membayangkan Singapura, negeri dengan luas sepersembilan kali pulau Bali, kita jadi iri. Singapura, tak memiliki ragam budaya seperti halnya pulau Dewata yang membuat orang manca terpesona. Singapura juga bukan Brunai, yang memiliki kekayaan minyak luar biasa. Tapi negeri ini menjadi makmur, karena menempatkan dirinya sebagai pusat perdagangan.


Dagang, salah satu urat nadi terpenting sendi perekonomian mereka. Sejak dari masa Sir Stamford Raffles berkuasa di sana (1819), hingga kini, perdagangan adalah jiwa Singapura. Barang-barang dari negeri Asia Tenggara, mengalir melewati Singapura menuju Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat.

Dari galangan dan dermaga mereka, kapal berlayar membawa kopra, kayu gelondongan, rempah-rempah. Kapal lain, membawa produk elektronika, minyak bumi olahan, dan barang industri yang mencerminkan Singapura sebagai salah satu negara manufaktur terpenting di Asia Tenggara. Pendeknya mereka mempunyai fasilitas gudang dan penanganan kapal yang bisa dikata salah satu yang termodern di dunia.

Tapi bukan itu saja yang membuat Singapura menjadi ternama dalam urusan dagang. Mereka meraih kepercayaan dari pebisnis di seluruh dunia karena, sistem pemerintahan yang terkenal bersih. Kesadaran untuk menerapkan prinsip kehidupan yang relatif jujur, yang menjadi prasyarat utama berhasilnya usaha dagang, juga terlihat dalam banyak upaya pemeringkatan.

Singapura sekedar tamsil. Yang penting di telaah di sini adalah, kenapa profesi dagang yang telah mengantarkan kepada kemakmuran itu tidak banyak dilakukan di negara-negara muslim? Padahal, bukankah, tauladan mereka, Nabi Muhammad saww juga seorang pedagang tangguh?

Lebih dari 14 abad silam, Muhammad saw sebelum mencapai jenjang kerasulannya, telah dikenal sebagai pebisnis muda yang disegani. Untuk sampai pada tataran itu, bukan jalan mudah. Seperti yang kebanyakan dikeluhkan para pengusaha, Muhammad saww pun tidak memiliki cukup modal. Jangankan modal, dirinya pun hanya hidup sederhana mendompleng di rumah pamannya, Abu Thalib ra, yang papa.

Tapi berdagang adalah seni. Modal yang sebenarnya adalah kejujuran dan keadilan dalam transaksi. Prinsip-prinsip inilah yang dijalankan Muhammad saww dan sekarang banyak diadopsi oleh negeri semacam Singapura.
Afzalurrahman dalam Muhammad as a Trader menulis, kunci sukses berdagang Nabi terletak pada sikap jujur dan adil dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pelanggan. Itulah yang selalu dia tunjukkan ketika menjadi agen saudagar kaya Siti Khadijah ra -- yang kemudian menjadi isti tercinta -- untuk melakukan perdagangan ke Syiria, Jerussalem, Yaman dan tempat-tempat lain. Dalam perjalanan perdagangan itu, Nabi mendapatkan perolehan keuntungan di luar dugaan. Nabi menandaskan kejujuran dan agar menjaga hubungan yang baik dan ramah kepada para pelanggan maupun mitra dagang.

Prinsip Nabi, pedagang yang tak jujur, meskipun sesaat mendapatkan keuntungan banyak, tapi pelan tapi pasti akan gagal dalam menggeluti profesinya. Karena itu, dia selalu menasehati sahabat-sahabatnya untuk melakukan hal serupa. Apalagi saat Nabi memimpin ummat di Madinah. Praktek-praktek perdagangan yang mengandung unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian dan meragukan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan dan pasar gelap belia larang. Nabi juga memelopori standardisasi timbangan dan ukuran.

Nabi sangat konsen dengan kejujuran. Sampai-sampai, orang yang jujur dalam berdagang, digaransinya masuk dalam golongan para nabi. Abu Sa'id meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, "Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur dan para syuhada."

Sikap baik dalam berdagang
Dalam urusan dagang, nabi selalu bersikap sopan dan baik hati. Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, "Rahmat Allah atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika dia membuat keputusan." (HR Bukhari).

Nabi juga menghindari sikap belebihan dalam berdagang, seperti banyak bersumpah. Tentang hal ini, nasehat Rasulullah, "Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi dagang, sebab itu dapat menghasilkan penjualan yang cepat, lalu menghapuskan berkah."

Nabi sangat membenci orang-orang yang dalam dagangnya menggunakan sumpah palsu. Beliau mengatakan, pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan berbicara, melihatpun tidak kepada orang yang semasa hidup berdagang dengan menggunakan sumpah palsu.

Hak-hak kelompok dalam transaksi
Dalam proses pertukaran barang dengan persetujuan antara kedua belah pihak, seringkali ada konflik. Untuk menghindari ini, Nabi telah meletakkan dasar, bagaimana transaksi seharusnya terjadi. Ibnu 'Umar meriwaytakan dari Rasulullah, "Kedua kelompok di dalam transaksi perdagangan memiliki hak untuk membatalkannya hanya sejauh mereka belum berpisah, keculai transasksi itu menyulitkan kelompok itu untuk membatalkannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan, "Kedua belah pihak dalam transaksi perdagangan berhak membatalkan, selama mereka tidak berpisah. Jika mereka berkata benar, menjelaskan sesuatunya dengan jernih, maka transaksi mereka akan mendapatkan berkah. Tapi jika menyembunyikan sesuatu serta berdusta, maka berkah yang ada dalam transaksi mereka akan terhapus." (Bukhari dan Muslim).

Bila berpegang pada sekelumit teladan Nabi itu, mestinya umat Islam sudah menjadi bagian terdepan dalam penguasaan ekonomi dunia. Tapi sayangnya, banyak ajaran Nabi dalam berdagang yang dilupakan. Kalau ingin perdagangan umat semaju seperti Singapura, mestinya prinsip-prinsip dagang Rasul tidak dijadikan kenangan, tapi pegangan.

Kiat-kiat praktis berdagang Nabi

* Pertama, penjual tidak boleh berbohong dan menipu barang yang akan dijual kepada pembeli. Nabi bersabda, "Apabila dilakukan penjualan, katakanlah: tidak ada penipuan."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar